PENDIDIKAN DI JERMAN
Membuat Pendidikan Selalu Aktual
Salah satu pertanyaan yang sering dilontarkan jika berbicara mengenai
pendidikan di Jerman adalah bagaimana negeri itu bisa menyesuaikan
pendidikan dengan kemajuan teknologi yang dimiliki dunia industri. Atau,
bagaimana Pemerintah Jerman membuat pendidikannya selalu up to date?
Bagaimana mengatur hubungan antara dunia pendidikan dan dunia industri?
Berbagai pertanyaan itu memang pantas dikemukakan, terutama oleh kita yang
sering kali terseok-seok dalam mengembangkan dunia pendidikan serta
mencoba mengikuti perkembangan teknologi yang dimiliki dunia industri.
Kiblat pendidikan teknik
Namun, sebelum membedah rasa ingin tahu itu, perlu diketahui bahwa Jerman
merupakan negara yang memiliki latar belakang dan sejarah pendidikan yang
cukup lama. Selama ini, mungkin Jerman bukan kiblat utama untuk pendidikan
terkait masalah-masalah sosial. Namun, untuk bidang-bidang teknik, hingga
kini Jerman masih menjadi salah satu kiblatnya. Sudah berabad-abad lalu
masyarakat Jerman memiliki budaya suka bermain perkakas. Mereka suka
mengutak-utik alat.
Sikap dan kebiasaan itu didukung oleh rasa ingin tahu yang amat besar dari
kebanyakan orang Jerman. Tidak mengherankan jika sikap, kebiasaan, dan
budaya itu mendorong Jerman menjadi negara yang makin maju teknologinya.
"Yang saya ketahui, universitas di sini amat suka bersinergi antarmereka,
misalnya membuat perhimpunan perbaikan sistem pendidikan, perhimpunan
peningkatan penelitian di bidang tertentu, katakanlah elektro arus kuat,
maka dijalin kerja sama dengan MIT, Virginia, Imperial College London,
atau dengan Zurich, yang oleh banyak perusahaan dinilai sebagai
universitas-universitas elite. Di antara universitas-universitas ini
sering dilakukan tukar pikiran," kata Rinaldi Sabirin dari Jurusan Elektro
TU Darmstadt.
Kerja sama dan tukar pikiran ini juga dilakukan di antara universitas
dalam menciptakan suatu produk. Hal ini, barangkali, hampir tidak umum
dilakukan di Indonesia karena setiap universitas merasa memiliki kelebihan
dan sering sulit diajak bersinergi.
Universitas-industri
Kerja sama itu terus berlanjut, tidak hanya antaruniversitas, tetapi juga
antara universitas dan dunia industri. Biasanya, dunia industri menawarkan
semacam proyek kepada universitas. Jika universitas menyetujui, kemudian
dibuat kontrak, membuat penelitian dengan requirements dari industri, dan
hasilnya diberikan kepada industri.
"Jadi, sifat kerja sama ini tidak hanya consulting office, tetapi
benar-benar membuat produk," kata Rinaldi menambahkan.
Sebagai contoh, ada perusahaan meminta universitas untuk membuatkan sensor
listrik guna penghematan energi. Sensor itu akan bekerja dan memberikan
sinyal untuk menyalakan lampu apabila dilewati oleh orang atau benda
bergerak lainnya. Setelah tiga atau lima menit, lampu akan mati sendiri.
Jika disetujui, proyek itu akan diikat dengan kontrak antara universitas
dan perusahaan pemesan.
"Sang profesor yang mendapat tugas untuk melaksanakan segera membuat
perencanaan dan rancangan. Perencanaan dan rancangan itu lalu
di-break-down oleh asisten dosen yang biasanya terdiri dari mahasiswa S-3
yang sudah lulus Dipl-Ing. Jadi, di sini profesor bertindak sebagai
penanggung jawab, sedangkan asisten sebagai pelaksana utama," kata
Dipl-Ing Sofian Ardi Limoa, alumnus Jurusan Elektroteknik Universitas
Stuttgart.
Hasil break-down pelaksanaan proyek itu lalu ditawarkan kepada mahasiswa
tingkat akhir, dan bisa dijadikan bahan tesis sekaligus tugas akhir bagi
mahasiswa untuk meraih gelar kesarjanaan, bachelor atau dipl-ing.
"Dari sensor itu, misalnya, asisten akan membagi pekerjaan seperti sejauh
mana sensitivitas sensor yang akan dibuat, komponen apa saja yang
diperlukan, perangkat lunak seperti apa yang harus digunakan, dan
sebagainya. Jika mahasiswa sudah mengambil salah satu tugas, ia akan
bekerja baik di perpustakaan maupun di ruang praktikum, hingga benar-benar
menemukan apa yang diinginkan. Pembiayaan atas pelaksanaan tugas itu
tergantung kontrak. Bisa saja industri menanggung sepenuhnya, atau bisa
saja kontrak hanya berupa joint-project," kata Rinaldi.
Masuk kas universitas
Meski dalam proyek bersama profesor yang menandatangani kontrak dengan
dunia industri, bukan berarti uang akan masuk ke kantong pribadi profesor.
Uang itu akan masuk kas universitas. Hanya saja, profesor berhak
menggunakan uang itu untuk pembelian alat-alat baru guna pengembangan
pendidikan.
Apakah dengan cara ini selalu membuat pendidikan di Jerman terus up to
date, sejalan dengan perkembangan teknologi di dunia industri? Pertanyaan
ini perlu diajukan mengingat pengembangan kurikulum tidak secepat
pertumbuhan teknologi.
"Memang begitu. Tetapi, para profesor ini mempunyai waktu seminggu sekali
untuk bertemu, ngobrol-ngobrol soal pendidikan. Dari sana akan muncul
perlu tidaknya melakukan pengembangan kurikulum. Tetapi, yang lebih
penting, karena ini banyak terkait dengan teknologi, pengembangan
kurikulum sebenarnya ada di ruang praktikum," kata Rinaldi menambahkan.
Bisa sampai pagi
Sebagai contoh, di ruang praktikum Teknik Elektro TU Darmstadt terdapat
sejumlah mahasiswa sedang mengerjakan tugas akhir yang menjadi bagian
"pesanan" dunia industri. Tugas-tugas akhir itu antara lain mesin listrik
dengan putaran 40.000 RPM, tetapi tidak memakai lager. Sistem yang
digunakan adalah menggunakan magnet, seperti kereta magnet. Jadi, benda
yang berputar itu "diangkat" dan berputar karena gaya tarik magnet.
Penelitian ini bisa menjadi bagian utama generator atau motor, tergantung
di mana akan dioperasikan. Selain itu, karena gesekannya minimal, hal itu
diharapkan akan menambahkan keawetan.
Ada pula mahasiswa yang sedang meneliti direct pump. Selama ini umum
diketahui, mesin pompa selalu ada di luar dengan dua saluran: satu untuk
menyedot dan satu lagi untuk mendorong. Tetapi mesin yang diteliti itu
nanti akan diletakkan di tengah-tengah pipa. Dan yang istimewa, daya isap
serta daya dorongnya bisa ditingkatkan menjadi 50 meter sedot dan 50 meter
dorong. Kerja ini melibatkan sejumlah lembaga, antara lain pembuat pipa
dengan propeler, dan ada aktuatornya, serta bahan untuk kontrol dan
lainnya.
"Kalau yang ini adalah karya anak dari RRC. Dia membuat brake atau rem by
wire. Artinya tidak menggunakan kabel, tetapi memanfaatkan sensor. Proyek
ini merupakan kerja sama dengan Bosch. Jadi, saat rem diinjak, ia akan
mengeluarkan sinyal dan diterima untuk menggerakkan komponen lainnya.
Masih banyak lagi. Atau mobil listrik ini. Tetapi, kalau sudah bekerja di
laboratorium atau ruang praktikum ini, sering tidak ingat waktu. Apalagi
kalau dikejar deadline, bisa bekerja sampai pagi," kata Rinaldi Sabirin.
(TON)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/07/29/02561976/membuat.pendidikan.selalu.aktual
Tidak ada komentar:
Posting Komentar